berani tidak disukai - part 3


sekarang aku lagi baca buku nonfiksi, judulnya "si kecil yang terluka dalam tubuh orang dewasa" karya patresia kirnandita. buku ini bercerita tentang kisah si penulis dan orang-orang di sekitarnya yang mengalami gangguan kesehatan mental akibat luka masa kecilnya yang belum sembuh. luka itu muncul karena perlakuan keluarganya (khususnya orangtua) yang toksik sehingga luka itu mereka bawa hingga dewasa.

membaca buku ini setelah menamatkan "berani tidak disukai" atau btd memunculkan kontradiksi dalam pikiranku. dalam buku btd ditegaskan tentang tidak adanya trauma masa lalu. sedangkan buku yang sedang kubaca ini justru mengangung-agungkan pengaruh trauma yang membuat kehidupan masa kininya menderita.

tapi, setelah kupikirkan lagi, kedua buku ini sebenarnya saling melengkapi.

dan aku juga jadi dapat insight baru setelah lama termenung.

tidak ada yang salah. buku si kecil yang terluka ini mengamini pengaruh latar belakang keluarga dan inner child wound ke kehidupan dewasa seseorang. well, itu benar. luka itu nyata dan pastinya bakal punya efek baik langsung maupun tidak langsung. dan ketika kita tidak pernah berusaha menyembuhkannya, luka itu akan terus ada. sedangkan buku btd yang menolak untuk mempercayai kekuatan trauma, yang sejak aku membaca teori itu hingga kemarin masih terus mengganjal, aku akhirnya tiba di satu kesimpulan;

yang dikemukakan dalam buku btd bisa dianggap sebagai salah satu tips untuk healing dan kemudian move on dari trauma masa lalu. menanamkan mindset bahwa "trauma itu tidak ada", "apa yang terjadi di masa laluku bukanlah patokan untuk menentukan diriku yang sekarang", dan sebagainya itu bisa jadi sebuah jalan untuk menemukan cara pandang baru terhadap luka kita.

sebab, seringkali rasa sakit itu terus ada karena kita tanpa sengaja memang memeliharanya. ketika otak kita terus menghubung-hubungkan masa kini dengan masa lalu, otomatis yang terbentuk adalah pola sebab-akibat dan kita lama-lama akan mengamini itu. kita jadi percaya karena dulu aku A, makanya sekarang aku B. kemudian, apapun yang terjadi pada kita di masa sekarang, kita akan terus mencari-cari penyebabnya di masa lalu. meski itu bisa jadi fakta, tapi kalau terus berpikiran seperti itu, kita seolah jadi tidak punya jalan lain selain pasrah, toh udah dari sononya kita begini. lalu kalau begitu, kita kapan majunya? kapan sembuhnya? kapan move on-nya? kapan bahagianya?

jadi, buku btd kini akan kuanggap sebagai buku tips untuk memperbarui pola pikir agar bisa bahagia. karena sepertinya memang itu yang ingin disampaikan penulis-penulisnya. 

dalam buku si kecil yang terluka ini juga terlihat jelas, ketika si penulis masih terus mengait-kaitkan masa sekarangnya dengan masa lalu, dia jadi terjebak di dalam sana dan menganggap tidak akan ada jalan keluar. dia terjebak dalam lingkaran setan tak berkesudahan. sosok orangtua yang ingin ia hindari pelan-pelan merasuk dalam dirinya karena ia terus memikirkan mereka dan bertekad ingin berbeda dengan mereka.

hal itu valid, dan memang itulah yang lazim terjadi. aku juga mengalaminya. aku juga sering berpikir, masa lalu itu penting sebagai bahan pelajaran, biar tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi. well, tidak ada yang salah soal itu. lagipula, untuk mulai menerapkan pola pikir seperti dalam buku btd memang bukan sesuatu yang instan, yang bisa langsung diterapkan begitu kita mengetahui dan menyadarinya. 

penerapan mindset ini sangat tidak teknis. butuh berhari-hari, bahkan mungkin bertahun-tahun untuk benar-benar bisa berpikir seperti filsuf dalam buku btd. apalagi selama ini kepercayaan soal teori sebab-akibat seolah sudah mendarah-daging sehingga sulit untuk seratus persen tidak mengindahkannya.

satu hal lagi yang kusadari dari teori sebab-akibat; seringkali kata "andai" itu muncul karena kita berpikir dengan cara teori sebab-akibat. contohnya, "aku jadi B sekarang karena dulu aku mengalami A.andai A tidak terjadi, aku pasti bisa lebih baik dan tidak akan jadi B" gitu. padahal berandai-andai itu tidak ada gunanya, hanya membuat kita betah jalan di tempat sembari terus menyalahkan masa lalu. 

*deep sigh

berat ya 😅

Comments