aku memilih ingatan yang paling samar.
![]() |
Photo by Arleen wiese on Unsplash |
saat itu aku memasuki ruang kerja ayah dengan membawa segelas susu vanilla di tanganku. mataku terpaku pada gelas, takut tumpah. kudengar ayah sedang mengetik dengan menggunakan mesin tik. aku mendongak saat memasuki ruangan. tangan ayah berhenti saat dia menoleh sebentar ke arahku, kemudian melambaikan tangannya, "sini" menyuruhku duduk di pangkuannya.
ayah berhenti mengetik. dia meraih gelasku sembari membantuku naik ke pangkuannya.
"mau ayah bantu dinginkan?"
aku mengangguk sebagai jawaban. di hadapanku ada mesin tik dan kertas-kertas yang tidak kupahami bertuliskan apa. aku menarik bibirku ke samping, merasa hangat sekaligus merasa bak tuan putri yang menunggu susunya didinginkan sambil duduk di pangkuan ayah yang nyaman.
---
Kini, setelah 18 tahun berlalu, kenangan itu menjadi satu-satunya kenangan yang membuatku yakin ayah bukan orang jahat. meski dia pergi, meski dia sering membuatku menangis, tapi ayah bukan orang jahat.
Hari ini, saat mencoba menuliskan kenangan itu pun, aku masih saja menangis. aku mungkin kecewa pada ayah. mungkin juga marah. dan jelas aku tidak ingin bertemu dengannya karena takut pada emosi yang akan meluap jika aku melihat tepat ke matanya ataupun mencium hawa kehadirannya. aku tidak ingin bertemu.
tapi mungkin, tetap saja, aku rindu ayah.
Comments
Post a Comment